Menurut Jim Collins (Penulis, Guru Besar
dari Stanford Univ.), ada 3 macam orang terkait dengan cara mereka
menghadapi cobaan hidup:
- Kelompok
pertama, adalah mereka-mereka yang mengalami goncangan
[hidup], tetapi kemudian mampu kembali ke lintasannya semula.
- Kelompok
kedua, adalah mereka-mereka yang terjerembab, jatuh dan tak
pernah mampu bangkit lagi.
- Kelompok
ketiga, adalah mereka-mereka yang justru menggunakan kesengsaraan
sebagai pecut untuk menempa mental lebih kuat lagi—setiap kali mengalami
cobaan hidup, mungkin mereka terjatuh sesaat untuk kemudian bangkit dengan
tenaga yang berlipat-lipat. Mereka berubah menjadi pribadi yang lebih kuat
dari sebelumnya.
Mereka yang ada di kelompok ketiga ini memeliki kelenturan
emosi. Cobaan hidup mungkin membuat mental mereka meregang hingga ke titik
elastisitas maksimum—seperti dua kelompok sebelumnya—tetapi mereka tidak sampai
kehilangan daya pegas sekaligus keseimbangan untuk kembali. Semakin jauh
ditarik, semakin kuat daya lentingnya. Mereka tidak pernah membiarkan
papan surfing lepas dari tangan.
Ada banyak orang di sekitar saya [pastinya di sekitar anda
juga] yang masuk dalam kelompok ini. Jika sering menonton televisi, pasti bisa
menemukan mereka dengan mudah. Sosok pribadi yang saya suka menyebutnya
sebagai orang-rang yang bermental baja. Orang-orang pemberani yang mampu
mengarungi naik-turunnya ombak kehidupan tanpa mengenal kata menyerah—yang
mereka tahu hanya bertahan dan bangkit.
Tentu ada diantara mereka yang memang dilahirkan memiliki
mental baja—bawaan sejak lahir. Tetapi sebagian besar dari mereka, menjadi
pribadi yang kuat karena tempaan pengalaman hidup. Menurut saya mereka memiliki
karakteristik dan perilaku yang sangat khas.
Mungkin saya dan anda bisa mencontoh sikap dan
perilaku mereka:
Hanya Membina hubungan yang jelas - Dalam
membina hubungan [apapun bentuknya]—pasangan hidup, partner bisnis, dll—mereka
selalu menggunakan perspektif yang jelas. Mengikat diri hanya untuk komitmen
yang jelas. Mereka tidak menyukai hubungan abu-abu yang tidak menentu. Sebagai
salah satu kunci kejelasan hubungan itu adalah dokumen tertulis yang legal—hak
dan kewajiban diatur dengan begitu gamblang dan jelas. Mereka tidak
mengharapkan konflik tanpa solusi pasti. Mereka adalah orang-orang yang
berpikir efisien dan efektif. Dalam hubungan pribadi, mereka selalu mencari
cara untuk menguatkan sekaligus menumbuhkan hubungan mereka ke arah yang lebih
positif. Setiap kali melihat pasangannya lemah, mereka selalu bertanya: Apakah
aku telah menyakitimu? Apa yang kamu butuhkan dari aku sekarang? Adakah
kelebihan yang aku miliki yang bisa aku pergunakan untuk mendukungmu?
Tanamkan sikap ikhlas—bisa menerima kenyataan -
Salah satu hal menonjol dari pribadi yang bermental baja adalah kemampuannya
untuk mengikhlaskan sesuatu atau seseorang pergi. Tahu apa yang dibutuhkan agar
bisa melepaskan sesuatu atau seseorang yang memang sudah tidak bisa
dipertahankan lagi—apakah pekerjaan yang tidak cocok, atau proyek yang tidak
menguntungkan, atau partner bisnis yang selama ini lebih banyak merugikan dibandingkan
menguntungkan. Mereka tahu persis bahwa berkutat pada sesuatu atau seseorang
yang hanya menimbulkan kesia-siaan adalah sumber pemicu kemarahan dan bentuk
emosi lainnya, sekaligus sumber kebocoran energi. Lain daripada itu mereka juga
tahu bahwa hal itu hanya akan menutup peluang bagi potensi lain yang mungkin
justru lebih baik—lebih layak untuk diperjuangkan, lebih layak untuk dibela,
lebih layak untuk diusahakan.
Biasakan berfokus pada hal terpenting saja -
Agak mirip dengan yang kedua di atas. Hanya saja di sini yang lebih ditekankan
adalah sikap mental yang tidak terusik oleh hal-hal yang tidak penting. Ukuran
penting tentunya berbeda-beda untuk setiap orang. Bagi saya pribadi yang saya
anggap penting adalah hal-hal yang bisa mempengaruhi hidup dan masa depan saya
[serta keluarga saja]. Fokus dalam hal ini bukan saja dalam hal penggunaan
materi semata, melainkan juga waktu, pikiran termasuk perasaan.Alexander
Graham Bell pernah mengatakan, “Concentrate all your thoughts upon
the work at hand. The sun’s rays do not burn until brought to a focus.”
Terima kesalahan dengan ketegaran sekaligus ketenangan
hati - Menjaga pikiran agar bisa tetap tenang dan fokus meskipun
sedang berada dibawah tekanan [hidup], bisa dilatih. Bayangkan para atlit top
dunia—mereka tidak selalu menang, tidak selalu pulang membawa piala. Ada
kalanya mereka kalah. Ada kalanya mereka pulang dengan tangan kosong. Tetapi
mereka masih terus berkarir, ikut berlomba lagi di kejuaraan berikutnya. Salah
satu ucapan bintang bola basket Michael Jordan yang saya sukai
adalah, “I’ve failed over and over and over again in my life and that is why
I succeed.” Ungkapan ini jelas menunjukan betapa kuatnya mental Michael
Jordan. Dia memang tergolong orang yang bermental baja. Salah satu cara untuk
mencapai tingkatan mental ini adalah dengan membiasakan diri untuk melihat
kesalahan dan kegagalan sebagai syarat mutlak untuk berhasil—tidak bisa
ditawar-tawar.
Lihat kegagalan sebagai aset - Bagimana mungkin
kegagalan adalah aset? Logikanya, setiap orang bisa belajar dengan menggunakan
salah satu dari 2 cara berikut ini, atau keduanya:
· Belajar
dari keberhasilan—hal (konsep/metode/cara/pendekatan) yang bekerja dengan
baik dan mendukung keberhasilan tinggal diulangi saja (repeat) untuk mencetak
keberhasilan demi keberhasilan lagi; atau
· Dari
kegagalan— hal (konsep/metode/cara/pendekatan) yang tidak bisa bekerja atau
gagal ya jangan dipakai lagi, dengan mengetahui apa yang tidak bisa/boleh,
mestinya dengan sendirinya apa yang bisa/boleh dilakukan, bisa terlihat.
Di dunia kerjapun, pengalaman adalah prasyarat utama—bahkan
mengalahkan jenjang pendidikan. Seseorang yang pernah berkecimpung dibidang
tertentu dalam waktu lama (berpengalaman) biasanya jauh lebih dihargai
dibandingkan para sarjana, master, bahkan doktor sekalipun. Dalam sebuah
perjalanan pengalaman panjang tentunya termasuk juga kegagalan-kegagalan.
Sehingga kegagalan juga termasuk aset.
Bedakan antara kritik yang membangun dengan yang
menjatuhkan - Idealnya, berfokus lah pada kritik yang membangun saja.
Kritik yang menjatuhkan hanya menghabiskan tempat di memory otak kita. Buang
jauh-jauh. Jikapun mau diambil, pastikan jenis kritik negative itu bisa
membangkitkan energi yang lebih besar untuk mendorong ke depan—bukan ke
belakang atau kesamping.
Mungkin ada lebih banyak cara lagi yang bisa dilakukan
untuk menanamkan sekaligus menumbuhkan mental kuat, tahan banting, selalu
bangkit dengan tenaga yang lebih besar setiap kali mengalami cobaan hidup—hambatan
atau kegagalan. Terpenting menurut saya adalah apa yang paling sesuai untuk
diri kita. Yang jelas, memiliki mental baja adalah keistimewaan tersendiri,
menurut saya bagus untuk ditumbuhkan.