Pages

Rabu, 31 Oktober 2012

Cara menumbuhkan Mental Baja

Menurut Jim Collins (Penulis, Guru Besar dari Stanford Univ.), ada 3 macam orang terkait dengan cara mereka menghadapi cobaan hidup:
  1. Kelompok pertama, adalah mereka-mereka yang mengalami goncangan [hidup], tetapi kemudian mampu kembali ke lintasannya semula.
  2. Kelompok kedua, adalah mereka-mereka yang terjerembab, jatuh dan tak pernah mampu bangkit lagi.
  3. Kelompok ketiga, adalah mereka-mereka yang justru menggunakan kesengsaraan sebagai pecut untuk menempa mental lebih kuat lagi—setiap kali mengalami cobaan hidup, mungkin mereka terjatuh sesaat untuk kemudian bangkit dengan tenaga yang berlipat-lipat. Mereka berubah menjadi pribadi yang lebih kuat dari sebelumnya.
Mereka yang ada di kelompok ketiga ini memeliki kelenturan emosi. Cobaan hidup mungkin membuat mental mereka meregang hingga ke titik elastisitas maksimum—seperti dua kelompok sebelumnya—tetapi mereka tidak sampai kehilangan daya pegas sekaligus keseimbangan untuk kembali. Semakin jauh ditarik, semakin kuat daya lentingnya. Mereka tidak pernah membiarkan papan surfing lepas dari tangan.
Ada banyak orang di sekitar saya [pastinya di sekitar anda juga] yang masuk dalam kelompok ini. Jika sering menonton televisi, pasti bisa menemukan mereka dengan mudah. Sosok pribadi yang saya suka menyebutnya sebagai orang-rang yang bermental baja. Orang-orang pemberani yang mampu mengarungi naik-turunnya ombak kehidupan tanpa mengenal kata menyerah—yang mereka tahu hanya bertahan dan bangkit.
Tentu ada diantara mereka yang memang dilahirkan memiliki mental baja—bawaan sejak lahir. Tetapi sebagian besar dari mereka, menjadi pribadi yang kuat karena tempaan pengalaman hidup. Menurut saya mereka memiliki karakteristik dan perilaku yang sangat khas.
Mungkin saya dan anda bisa mencontoh sikap dan perilaku mereka:
Hanya Membina hubungan yang jelas - Dalam membina hubungan [apapun bentuknya]—pasangan hidup, partner bisnis, dll—mereka selalu menggunakan perspektif yang jelas. Mengikat diri hanya untuk komitmen yang jelas. Mereka tidak menyukai hubungan abu-abu yang tidak menentu. Sebagai salah satu kunci kejelasan hubungan itu adalah dokumen tertulis yang legal—hak dan kewajiban diatur dengan begitu gamblang dan jelas. Mereka tidak mengharapkan konflik tanpa solusi pasti. Mereka adalah orang-orang yang berpikir efisien dan efektif. Dalam hubungan pribadi, mereka selalu mencari cara untuk menguatkan sekaligus menumbuhkan hubungan mereka ke arah yang lebih positif. Setiap kali melihat pasangannya lemah, mereka selalu bertanya: Apakah aku telah menyakitimu? Apa yang kamu butuhkan dari aku sekarang? Adakah kelebihan yang aku miliki yang bisa aku pergunakan untuk mendukungmu?
Tanamkan sikap ikhlas—bisa menerima kenyataan - Salah satu hal menonjol dari pribadi yang bermental baja adalah kemampuannya untuk mengikhlaskan sesuatu atau seseorang pergi. Tahu apa yang dibutuhkan agar bisa melepaskan sesuatu atau seseorang yang memang sudah tidak bisa dipertahankan lagi—apakah pekerjaan yang tidak cocok, atau proyek yang tidak menguntungkan, atau partner bisnis yang selama ini lebih banyak merugikan dibandingkan menguntungkan. Mereka tahu persis bahwa berkutat pada sesuatu atau seseorang yang hanya menimbulkan kesia-siaan adalah sumber pemicu kemarahan dan bentuk emosi lainnya, sekaligus sumber kebocoran energi. Lain daripada itu mereka juga tahu bahwa hal itu hanya akan menutup peluang bagi potensi lain yang mungkin justru lebih baik—lebih layak untuk diperjuangkan, lebih layak untuk dibela, lebih layak untuk diusahakan.
Biasakan berfokus pada hal terpenting saja - Agak mirip dengan yang kedua di atas. Hanya saja di sini yang lebih ditekankan adalah sikap mental yang tidak terusik oleh hal-hal yang tidak penting. Ukuran penting tentunya berbeda-beda untuk setiap orang. Bagi saya pribadi yang saya anggap penting adalah hal-hal yang bisa mempengaruhi hidup dan masa depan saya [serta keluarga saja]. Fokus dalam hal ini bukan saja dalam hal penggunaan materi semata, melainkan juga waktu, pikiran termasuk perasaan.Alexander Graham Bell pernah mengatakan, “Concentrate all your thoughts upon the work at hand. The sun’s rays do not burn until brought to a focus.”
Terima kesalahan dengan ketegaran sekaligus ketenangan hati - Menjaga pikiran agar bisa tetap tenang dan fokus meskipun sedang berada dibawah tekanan [hidup], bisa dilatih. Bayangkan para atlit top dunia—mereka tidak selalu menang, tidak selalu pulang membawa piala. Ada kalanya mereka kalah. Ada kalanya mereka pulang dengan tangan kosong. Tetapi mereka masih terus berkarir, ikut berlomba lagi di kejuaraan berikutnya. Salah satu ucapan bintang bola basket Michael Jordan yang saya sukai adalah, “I’ve failed over and over and over again in my life and that is why I succeed.” Ungkapan ini jelas menunjukan betapa kuatnya mental Michael Jordan. Dia memang tergolong orang yang bermental baja. Salah satu cara untuk mencapai tingkatan mental ini adalah dengan membiasakan diri untuk melihat kesalahan dan kegagalan sebagai syarat mutlak untuk berhasil—tidak bisa ditawar-tawar.
Lihat kegagalan sebagai aset - Bagimana mungkin kegagalan adalah aset? Logikanya, setiap orang bisa belajar dengan menggunakan salah satu dari 2 cara berikut ini, atau keduanya:
·         Belajar dari keberhasilan—hal (konsep/metode/cara/pendekatan) yang bekerja dengan baik dan mendukung keberhasilan tinggal diulangi saja (repeat) untuk mencetak keberhasilan demi keberhasilan lagi; atau
·         Dari kegagalan— hal (konsep/metode/cara/pendekatan) yang tidak bisa bekerja atau gagal ya jangan dipakai lagi, dengan mengetahui apa yang tidak bisa/boleh, mestinya dengan sendirinya apa yang bisa/boleh dilakukan, bisa terlihat.
Di dunia kerjapun, pengalaman adalah prasyarat utama—bahkan mengalahkan jenjang pendidikan. Seseorang yang pernah berkecimpung dibidang tertentu dalam waktu lama (berpengalaman) biasanya jauh lebih dihargai dibandingkan para sarjana, master, bahkan doktor sekalipun. Dalam sebuah perjalanan pengalaman panjang tentunya termasuk juga kegagalan-kegagalan. Sehingga kegagalan juga termasuk aset.
Bedakan antara kritik yang membangun dengan yang menjatuhkan - Idealnya, berfokus lah pada kritik yang membangun saja. Kritik yang menjatuhkan hanya menghabiskan tempat di memory otak kita. Buang jauh-jauh. Jikapun mau diambil, pastikan jenis kritik negative itu bisa membangkitkan energi yang lebih besar untuk mendorong ke depan—bukan ke belakang atau kesamping.
Mungkin ada lebih banyak cara lagi yang bisa dilakukan untuk menanamkan sekaligus menumbuhkan mental kuat, tahan banting, selalu bangkit dengan tenaga yang lebih besar setiap kali mengalami cobaan hidup—hambatan atau kegagalan. Terpenting menurut saya adalah apa yang paling sesuai untuk diri kita. Yang jelas, memiliki mental baja adalah keistimewaan tersendiri, menurut saya bagus untuk ditumbuhkan.